“Tiada Hari Tanpa Membaca”

0

Penulis : Dr. M. Anshari, S.Th.I, MHI *)

“Baca, teruslah membaca”, begitu pesan penting dari Pembina Yayasan Prof. Dr. A. Athaillah, M.Ag pada Rapim Triwulan III yang lalu. Kegemaran membaca harus ada pada semua pihak, tidak hanya santriwati tetapi juga para guru. “Tiada hari tanpa membaca”. Mendengar perkataan tersebut saya teringat sebuah kata mutiara/mahfudzat “Khoiru jaliisin fi zamaani kitaabun” adalah salah satu mahfudzat tentang ilmu yang sangat terkenal dan seluruh santri pondok Pesantren Darul Hijrah Putri Martpura hafal tentang Mahfudzat ini. Membahas tentang keutamaan buku dan membaca buku.
Salah satu motto Pondok Pesantren Darul Hijrah Putri Martapura adalah Berpengetahuan Luas yang berarti para santriwati dididik melalui proses yang telah dirancang secara sistematik untuk dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mereka serta diajari cara belajar yang dapat digunakan untuk membuka gudang pengetahuan. Kata luas menunjukkan tidak terbatas, dan motto  berpengetahuan luas hanya dapat terwujud dengan belajar dan membaca, tanpa kedua hal tersebut motto berpengetahuan tidak akan pernah tercapai dan terwujud.
Berdasarkan hal tersebut, yayasan pendidikan pondok pesantren Darul Hijrah Putri Martapura, melakukan survei kepada 220 santriwati (sebagai sampel) tentang minat membaca mereka. Dalam hasil survei menunjukkan bahwa 34,1% sangat senang membaca buku, 45,9 % senang membaca buku, 18,1% kurang senang membaca buku, dan 1,8% tidak senang membaca buku. Ketika diberikan pertanyaan apakah membaca buku hanya untuk menghadapi ujian? 36,8% menyatakan tidak setuju, 40% menyatakan kurang setuju, 16,4% menyatakan setuju dan 6,4% menyatakan sangat setuju. Meskipun hasil survei tentang kegemaran santriwati membaca buku cukup baik, namun jika ditotalkan masih terdapat 19,9 % yang masih kurang dan tidak senang dalam membaca buku. Prosentasi ini harus menjadi  fokus perhatian penting, begitu juga halnya dengan kebiasaan membaca buku hanya ketika ujian yang mencapai 22,8 %.
Merujuk pada Miller dan McKenna (2016) terdapat empat faktor yang dapat memengaruhi terjadinya aktivitas literasi. Keempat faktor tersebut antara lain: Proficiency, Access, Alternatives, dan Culture. Proficiency kecakapan dalam membaca, Access merupakan sumber daya pendukung (perpustakaan), Alternatif sebagai opsi lain yang disediakan untuk membentuk budaya dan minat membaca, dan Culture yang dibentuk oleh yang memengaruhi perilaku literasi dan hibitus literasi.

Faktor proficiency dan access telah dipenuhi oleh pondok pesantren, faktor alternatif merupakan faktor yang menjadi perhatian, perlunya alternatif lainya seperti: bedah buku, forum diskusi, dan lainnya. Faktor terakhir adalah culture yang harus dibentuk yang akan mempengaruhi perilaku literasi dan hibitus literasi, yang dapat diwujudkan dengan memberikan reward bagi santriwati yang sering keperpusatakaan, mengisi mading dengan surat kabar, tabloid, artikel dan lainnya.

*) Penulis adalah Kepala Bagian Perencanaan dan Pengendalian Mutu Yayasan DH Putri Martapura

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.