Tajammu’, Tradisi Pesantren Tak Lekang Oleh Zaman
Acara kumpul bareng sambil makan-makan kerap disebut tajammu’ oleh kalangan pesantren. Tajammu’ sendiri merupakan bentuk masdar dalam ilmu tata kata Bahasa Arab atau sharaf yang berarti berkumpul atau berhimpun.
Menurut Dr Mukhtar Umar dalam kitabnya yang berjudul Nahwul Asasiy, masdar adalah kata yang menunjukkan suatu kejadian atau perbuatan yang tidak memiliki keterangan waktu, tempat dan subjek. Oleh sebab itu, masdar menduduki peranan penting dalam struktur kalimat baik yang ada dalam Al Quran maupun teks lain.
Akar kata dari tajammu’ berasal dari jim, mim dan ‘ain yang berarti mengumpulkan atau menghimpun.
Dan kata tajammu’ merupakan kata yang menjadi istilah bagi santri ketika mengadakan perkumpulan dan diakhiri dengan makan bersama, yang mana makanannya tersaji serta digelar di atas alas sederhana, bisa dari daun atau bahan yang ada di sekeliling.
The legend activity ini sangat dirindukan oleh para alumni pesantren ketika sudah berkumpul, bernostalgia akan masa lalu saat nyantri. Dengan dibumbui cerita yang seolah tiada habisnya.
Memang, tajammu’ sudah mendarah daging bagi setiap alumni pesantren, dengan cara dan ciri khas berbeda antara pesantren satu dengan yang lainnya. Dan tradisi ini terlestarikan secara turun temurun, dari generasi ke generasi tanpa diketahui permulaan pastinya.
Tingkatan dan jenis tajammu’-pun bermacam-macam seiring zaman. Dan yang paling dirasakan adalah tajammu’ kamar, kelas, firqah, konsulat, serta marhalah.
Ada satu cocolan istimewa pengiring tajammu’, yang digambarkan novelis Ahmad Fuadi dalam karya terlarisnya “Negeri Lima Menara”, yaitu salathah rahah, sambal yang merah merona yang pedasnya melelehkan liur partisipan tajammu’.
Tajammu’, dari masa ke masa menjadi pengiring kebersamaan santri di setiap saat dan waktu. Sehingga keterikatan, kebersamaan dan juga jalinan silaturrahim semakin terpupuk hatta menjadi alumni sekalipun. Karena pada prinsipnya, selain menjalin kebersamaan, tajammu’ juga menjadi alat perekat persaudaraan.
Sesuai ajaran pendiri Pondok Modern Gontor, KH Ahmad Sahal, “Jadilah kalian perekat umat”. Dan menjadi perekat umat merupakan implementasi dari adagium “Berdiri di atas dan untuk semua golongan” yang selama ini menjadi prinsip ajaran inti Pondok Modern Gontor dan Pondok Alumninya, Darul Hijrah Putri.
Bisa jadi, tajammu’ sendiri menjadi the hidden curriculum, yang mengajarkan arti kebersamaan, mendobrak sekat-sekat golongan dan juga mengajarkan kedermawanan. (Widi)
Penulis : Nugroho Widi Susanto
Editor : Rakhmadi Kurniawan