Semangat Budaya Inovasi di Lembaga Pendidikan, Isapan Jempol?
Memegang tradisi atau budaya lama yang baik menjadi anjuran utama, dan berinovasi dengan sesuatu yang baru yang baik juga bukanlah hal yang tabu bagi suatu lembaga pendidikan yang menginginkan kelangsungan yang berkelanjutan.
Dalam tulisan ini, penulis lebih menekankan pada budaya inovasi yang baik tanpa menafikan pelestarian tradisi atau budaya lama yang baik.
Membudayakan inovasi pada suatu lembaga pendidikan tertentu merupakan pekerjaan yang sangat berat, yang mungkin sebagian besar orang di dalamnya memahami: ‘mengapa harus berinovasi?’, ‘apa yang perlu diinovasikan?’, ‘ada dampak perubahan apa dengan budaya inovasi?’.
Ketika ajakan inovasi ini tidak bisa dijawab, kemungkinan besar orang-orang dalam lembaga pendidikan tersebut tidak akan menggubris. Ini berarti, ajakan untuk berinovasi saja tidak cukup, dan muncullah di benak mereka pertanyaan-pertanyaan ‘Kenapa?’, ‘Apa?’ dan ‘Bagaimana?’ terkait ajakan budaya inovasi.
Apabila pemimpin suatu lembaga tidak bisa menjelaskan dengan “Kenapa?”, maka orang-orang di bawahnya tidak akan interest dengan penjelasan lainnya bahkan antipati. Seringkali para pemimpin yang sangat bersemangat dalam menjelaskan kenapa lembaga pendidikan wajib berinovasi dengan menggambarkan hal-hal apa saja yang bisa diraih bila berinovasi.
Penjelasan ini tidaklah salah, namun seyogyanya akan lebih powerful jika seorang pemimpin menjawab pertanyaan ‘mengapa harus berinovasi?’ dan untuk ini pemimpin menambahkan jawaban ‘Bertahan dalam jangka waktu lama atau hilang tergerus oleh kemajuan zaman’.
Sebuah penelitian mengatakan bahwa reaksi seseorang terhadap ancaman lebih kuat dibandingkan dengan hadiah. Jadi konsekuensi logisnya, apabila tidak segera membudayakan inovasi, apa akibat yang akan menimpa lembaganya? Kehilangan kepercayaan? lembaga pendidikan akan tutup? tidak bisa bersaing dengan lembaga pendidikan lain?. Dan hal ini perlu dilakukan agar orang-orang yang ada dalam lembaga pendidikan tersebut merasakan pentingnya untuk berinovasi.
‘Apa’ di dalam budaya inovasi bukan sekadar menjelaskan secara detil dan spesifik tentang apa yang ingin diinovasikan. Banyak pemimpin lembaga pendidikan yang sudah cukup spesifik menggambarkan tujuan atau visi inovasinya.
Namun ‘Apa’ yang detil dan spesifik ini belum tentu cukup mampu menggerakkan orang-orang untuk segera berinovasi karena belum ada faktor ‘sekarang’-nya, atau belum menjawab pertanyaan ‘apa yang perlu dikejar sekarang?’.
Pemimpin lembaga pendidikan bisa menjawab pertanyaan ini dengan menyisipkan jawaban ‘Ambil kesempatan sekarang juga’. Kesempatan emas apa yang ingin diraih saat sekarang, sehingga orang-orang yang ada di lembaga pendidikan tersebut harus segera berinovasi? Apakah karena ada trend pendaftar dari peserta didik tertentu, teknologi baru, perubahan pesaing, atau segala macam hal yang membuat saat ini merupakan waktu yang tepat dalam mengejar inovasi.
Berikutnya menjawab tentang “Bagaimana”. Bagaimana budaya inovasi ini akan mengubah cara kerja?. Dan apabila hal ini terus menjadi ketidakpastian, orang-orang dalam lembaga pendidikan akan semakin resah sehingga menjadi tidak menyatu dengan budaya inovasi yang ingin dibina.
Saat memperjelas bagaimana cara kerja akan berubah, sebaiknya juga tersisipkan jawaban ‘Saya sebagai pemimpin lembaga ini akan berada disana’ atau bagaimana seorang pemimpin lembaga pendidikan mendukungnya dan tidak lepas tangan.
Banyak pemimpin lembaga pendidikan yang mencoba meyakinkan bagaimana orang-orang di dalam lembaga tersebut bisa sangat berkembang bila berusaha berada di dalam budaya inovasi yang digulirkan, tetapi tidak menjelaskan bagaimana dirinya membuat proses budaya inovasi lebih mudah atau menyenangkan.
Memberikan jawaban ‘Saya akan berada di sana bersama kalian’ akan membangun kepercayaan yang akan membuat semua pihak di lembaga pendidikan tersebut lebih meleburkan diri dengan budaya inovasi.
Sebagai penutup, budaya inovasi selaras dengan kaidah populer pesantren di Indonesia yaitu, “Al-muhafadzah ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah”.
Memelihara (menjaga) nilai atau ajaran lama yang baik, dan mengambil nilai atau ajaran baru yang lebih baik.
Even the best can be improved
Alhamdulillah, semoga Ponpes Darul Hijrah Putri semakin maju berkembang, amin