Penjelajahan Ibnu Batutah ke Oman dan Kunjungannya ke Tempat Kaum Ad

Banyak buku sejarah menceritakan tentang kisah para Penjelajah Dunia, mulai dari Vasco da Gama, Christopher Columbus, Marco Polo, Cheng Ho, I ching, namun ada satu nama yang inspiratif dari kalangan Muslim, yaitu Ibnu Batutah.
Ibnu Batutah, seorang pemuda cerdas, berangkat dari Thanjah, tempat kelahirannya, untuk menunaikan ibadah haji dan menjelajahi dunia sambil mencari ilmu.
Dia memulai perjalanan keliling dunia yang berlangsung sekitar tiga dekade untuk melakukan perjalanan, tur, petualangan dan beberapa keajaiban.
Perjalanan tersebut dituliskannya dalam sebuah memoar berjudul
(تُحفة النظار في غرائب الأمصار وعجائب الأسفار)
Catatan-catatan ini kemudian menjadi terkenal karena perjalanan Ibnu Batutah dianggap sebagai literatur geografi dan perjalanan terbesar dalam warisan Arab-Islam.
Muhammad bin Abdullah Al-Tanji Al-Maghribi (703-779 H/1304-1377 M), yang dikenal sebagai Ibn Battuta, berkeliling ke benua-benua dunia kuno.
Dia berkeliling Afrika dan Asia, mendekati Eropa ketika dia mengunjungi Anatolia pada tahun tiga puluhan abad keempat belas.
Dia telah melakukan haji dan umrah beberapa kali, dan memutuskan untuk menyelam jauh ke benua Asia, menjelajahi keajaiban India, Melayu, Indonesia dan Cina. Kemudian kembali ke Jazirah Arab dari bagian selatannya, negara Oman.
Dia membuat pengamatan penting tentang wilayah strategis dalam perdagangan dan angkatan laut Arab dan Muslim pada saat itu.
Dari Afrika ke Dhafar
Ibnu Batutah mengunjungi Yaman setelah menunaikan ibadah haji, lalu menuju ke Eritrea dan Somalia, kemudian ke Tanzania, di mana para peziarah mendarat di Zanzibar dan Kilwa.
Dari sana, Ibnu Batutah memutuskan untuk mengunjungi India ketika dia mendengar tentang keajaibannya.
Setelah sebulan mengembara di Samudera Hindia dan Laut Arab, Ibnu Batutah mendarat di kota Oman Dhafar, yang secara politik berafiliasi dengan Yaman pada paruh pertama abad keempat belas masehi.
Oleh karena itu, Ibnu Batutah menganggap Dhafar sebagai “Negara terakhir Yaman di pantai Laut India.”
Pasar Dhafar
Sudah menjadi kebiasaan Ibnu Batutah dalam perjalanannya menggambarkan pasar, cara hidup, adat dan juga tradisi.
Dia menggambarkan pasar Dhafar dan menyatakan bahwa itu berada di luar tembok kota. Dia tidak begitu menyukai bau yang keluar darinya “karena banyaknya buah dan ikan yang dijual,”.
Dia terkejut bahwa orang-orang Dhafar menggunakan ikan sebagai pakan ternak, seperti yang dia katakan: “Sebagian besar jenisnya dikenal sebagai sarden”. Salah satu keajaibannya adalah hewan mereka seperti domba diberi makan dari sarden ini, dan saya belum pernah melihatnya di tempat lain.”
Akhlak Penduduk Dhafar
Ibnu Batutah menyebutkan banyak kebiasaan dan eksploitasi yang dia lihat di antara orang-orang Dhafar.
Dia berkata,”Mereka adalah pedagang yang tidak memiliki mata pencaharian kecuali dari itu”. Sudah menjadi kebiasaan mereka bahwa jika sebuah perahu datang dari India atau di tempat lain, para pelayan Sultan pergi ke pantai dan menaiki perahu tersebut dengan pakaian lengkap dari pemilik atau agen dan nahkodanya.
Tiga kuda betina dibawa kepada mereka, dan ditunggangi, lalu di depan mereka dibunyikan genderang dan terompet, dari pantai laut hingga rumah Sultan.
Jamuan dikirim ke semua orang di kapal tiga kali, dan setelah tiga kali mereka makan di rumah Sultan. Mereka melakukan ini untuk menarik perhatian pemilik perahu.
Mereka adalah orang-orang yang rendah hati, bermoral yang baik, cinta orang asing, dan pakaian mereka adalah katun.
Ibnu Batutah juga melihat manifestasi kasih sayang dan komunikasi di antara orang-orang Dhafar dan memuji: “Di antara kebiasaan baik mereka adalah berjabat tangan di masjid setelah shalat,’’.
Kesucian dan kebersihan juga disebutkan di antara adat-istiadat mereka yang indah, karena mereka menempatkan di setiap masjid banyak pembersih yang disiapkan untuk mencuci.
Namun, ia mencatat bahwa “penyakit yang dikenal sebagai kaki gajah, yaitu kaki bengkak, dominan di antara orang-orangnya, baik pria maupun wanita”. Diketahui bahwa penyebab penyakit saat itu adalah banyaknya nyamuk.
Ibnu Batutah juga terkesan dengan akhlak kaum tasawuf dan agama, dari orang-orang Dhafar yang menghormati kedudukannya, karena mereka dicirikan oleh kecemerlangan dan ilmu serta zuhud, di setiap desa atau kota yang didiami.
Setengah hari dari Dhafar, Ibnu Batutah mengunjungi kawasan Al-Ahqaf tempat kaum Nabi Hud. Di sana dia menemukan sebuah makam yang di atasnya tertulis, “Ini adalah makam Hud bin Aber, doa dan salam terbaik untuknya,”.
Dia menyebutkan bahwa dia menemukan sesuatu yang serupa di Damaskus, tetapi kemungkinan makam Hud yang sebenarnya ada di Al-Ahqaf, karena ini adalah negaranya.
Pisang, Kelapa dan sirih
Adapun makanan paling terkenal dan hasil buminya, Ibnu Batutah menyebutkan jagung dan gandum, yang mereka sebut “al-alas”, dan beras yang diimpor dari India, yang merupakan makanan paling umum mereka. Dia juga menyebutkan tanaman lain yang masih tersisa di Dhafar hingga hari ini, seperti pisang dan kelapa, dan dia berkata: “Kota ini memiliki kebun buah-buahan yang di dalamnya terdapat banyak pisang berukuran besar. Kecuali di negara India. kota Dhafar mempunyai kemiripan dan kedekatan dengan India”.
Dia memuji moral masyarakat kota Oman yang otentik ini, yang merupakan salah satu pusat perdagangan terpenting di Samudra Hindia dan Laut Arab, serta menjadi pusat transportasi laut antara Afrika Timur, India dan Asia pada abad-abad itu, yang mana fitur ini masih menjadi ciri Oman hingga saat ini. (Wid)
Penulis : Nugroho Widi S
Editor : Rakhmadi Kurniawan