Kampung Buku Darul Hijrah Putri

0
Perpustakaan di Darul Hijrah Putri

Sistem pendidikan di Indonesia sebenarnya dapat dibilang melangkah maju secara perlahan-lahan. Kurikulum pembelajaran juga terus dikembangkan seiring munculnya gagasan-gagasan baru dalam bidang pendidikan. Akan tetapi, pola “pembelajaran diktat” sepertinya sulit dihilangkan.

Sederhananya, pembelajaran diktat (istilah yang dekat dengan kata “diktator”) berporos pada satu buku ajar dan pemosisian guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan masih bertahan. Akibatnya, guru maupun murid-murid tidak terangsang untuk mencari pengetahuan baru atau pengetahuan tambahan. Dampaknya lagi-lagi mengorbankan minat membaca buku.

Ponpes Darul Hijrah Putri memiliki modal berharga untuk mengubah paradigma pendidikan semacam itu. Pondok ini sejak awal berupaya memadukan pendidikan Islam tradisional dengan pendidikan modern dengan semboyan masyhurnya al-muhafazhah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah. Tentunya, “hal baru yang lebih baik” takkan ditemukan kecuali melalui penjelajahan ke dunia buku.

Selanjutnya bagaimana Pondok menciptakan sistem pendidikan berbasis literasi. Sistem yang dimaksud menyangkut segala hal yang ada pada diri Pondok itu sendiri, mulai dari kurikulum, metode mengajar, metode belajar, kegiatan ekstrakulikuler dan lain sebagainya.

Lingkungan Pondok yang terintegrasi dalam kehidupan asrama jelas sangat mendukung terbentuknya lingkungan (bi`ah) berbudaya membaca buku dan menulis. Pembentukan lingkungan tentunya menghajatkan peran guru sebagai teladan bagi santri dan santriwatinya. Bukankah ruh al-mudarris terpenting dari segalanya?

Di Banjarmasin, muncul geliat literasi di kalangan anak muda. Salah satu contoh yang dapat ditiru adalah hadirnya Kampung Buku di kota Banjarmasin. Kampung Buku tidak hanya berbentuk toko-toko buku yang berjejer menjual dagangannya, tetapi juga wadah berkumpulnya anak-anak muda untuk berdiskusi, ngobrol keilmuan dan berbagi hasil bacaan-bacaan mereka. Kampung Buku juga menggelar kelas-kelas pembelajaran hampir setiap malam secara gratis bagi pengunjung-pengunjungnya, seperti kelas menulis, kelas etnografi, kelas filsafat, kelas sastra dan lain sebagainya.

Tak hanya itu, Kampung Buku juga secara rutin mengadakan pertemuan diskusi, seminar, bedah buku, apresiasi sastra dan lain-lain, dengan mengundang para akademisi, pendidik, penulis dan seniman yang ahli di bidangnya. Lebih menarik lagi, para pembicara itu bahkan rela hadir, membagikan pengetahuan dan pengalamannya dengan hanya dibayar segelas kopi dan sepiring gorengan.

Kampung Buku di Banjarmasin ini memenuhi khayalan saya tentang suasana peradaban Islam di masa keemasannya ketika ilmu dan pengetahuan dirayakan dan buku-buku dimuliakan. Saya jadi teringat apa yang ditulis Khaled Abou el-Fadl dalam Conference of the Book (2001): “adakah peradaban yang menghormati buku yang lebih baik dari peradaban kita (Islam)? Dan, adakah peradaban yang mengkhianati buku yang lebih buruk daripada peradaban kita?”

Jika santri Darul Hijrah tempo doeloe pernah mendengar kata-kata “Darul Hijrah kampung damai”, akankah Ponpes Darul Hijrah Putri kini akan menjadikan dirinya “kampung buku”?[]

Penulis : Yunizar Ramadhani, Guru Pondok Darul Hijrah Putri Martapura

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.